Kamis, Desember 31, 2015

Inilah Keinginan-keinginan Saya

Sekali-kali nulis secara lugas sesuatu yang sangat privacy juga ga ada salahnya ya... Soalnya ada asal muasalnya juga nih.

Ceritanya, beberapa hari lalu seorang ibu muda berusia 26 tahun datang ke rumah membeli sprei. Beliau seorang wanita yang cantik dan kalem. Sebut saja namanya Putri (bukan nama sebenarnya). Kami sudah lama saling mengenal, tapi memang jarang berinteraksi secara dekat. Di tengah obrolan, terselip cerita beliau tentang suaminya. Lalu saya bertanya, "Teman suaminya ada yang belum nikah gak Put? Daftar ya..." Dengan datar dan kalem Putri bilang, "Buat Bu Nur ya...?" Hehe, tentu saja saya benar-benar tidak menyangka akan jawabannya. Kaget banget.

Tidak menyangka, karena Putri ini juga tahu kalau saya punya beberapa teman dekat seusianya yang belum menikah. Jika mereka menemukan jodoh terbaiknya, sepertinya saya menjadi orang yang paling berbahagia. Lagipula usia suami Putri juga baru 26 tahun. Teman-temannya juga otomatis kurang lebih seusia itu.

Nah, ini cerita lainnya lagi. Beberapa bulan lalu, saya ngobrol panjang lebar dengan seorang mantan guru ngaji (MR) kami tempo doeloe via telepon. Beliau bercerita kalau dulu salah seorang mantan teman ngaji saya pernah mencari-carikan jodoh buat saya setelah suami saya meninggal. Mendengarnya saya kaget sekali, sambil tertawa- tawa. Tetapi meski tanpa seizin dan sepengetahuan saya, tentu saja saya tidak bisa marah karena sesungguhnya maksud teman saya ini baik. Malahan geli. Hmmm...hingga saat ini saya juga tidak tahu, 'kemana saja' teman saya itu mencarikan.:)

Usia saya sebentar lagi genap 44 tahun, sudah cukup tua. Allah Mahatahu keinginan- keinginan saya di sisa- sisa waktu hidup ini. Sejujurnya saja, hingga saat ini dan sampai waktu yang saya sendiri tidak tahu, tak ada keinginan saya untuk menikah. Oleh karena itu, sama sekali tidak pernah juga minta dicarikan. Jika pun suatu saat ada 'lowongan' mending buat yang lain saja yang belum pernah menikah. Saya sudah cukup berbahagia dengan kenangan-kenangan bersama almarhum suami dan berbahagia pula sudah memiliki Nabilah dan Farras. Harapan terbesar kami, kelak bisa berkumpul kembali di surga-Nya.

Bagi saya biarlah sisa hidup saya ini, saya gunakan untuk mendidik anak-anak menjadi orang yang berkualitas, sholih, muslih dan penuh ridho Allah. Semua seiring sejalan dengan aktifitas bekerja mencari nafkah dan berkarya di jalan Allah. Bagi saya, hal itulah yang menjadi bagian terpenting dalam hidup kami saat ini.

Memang setelah suami meninggal, kondisi keluarga kami berbeda. Bisa diibaratkan, sekarang kami terbang dengan satu sayap. Alhamdulillah, semua berjalan relatif baik, meski banyak rencana dan keinginan kami waktu itu yang belum terealisasi hingga kini. Rumah pun tak ada yang berubah dari sejak awal kami menempati.

Untuk itu, saya sangat ingin menjadi orang yang sukses secara ekonomi. Ingin bisa lebih banyak berbagi dan menolong orang-orang yang kesusahan dan memenuhi harapan keluarga. Saat ini kondisi ekonomi keluarga kami hanya sekedar pas-pasan untuk ukuran kehidupan di sekitar Jakarta yang memang mahal. Penuh keterbatasan dan tak bisa banyak bergerak untuk memanjakan sifat royal. Padahal sesungguhnya ada berjuta keinginan menjadi seperti keluarga A,B, atau C yang bisa sangat dermawan dan memberi andil yang besar dalam keuangan ummat.

Di balik banyaknya keinginan, alhamdulillah hati ini bisa berdamai dengan keadaan. Setelah berupaya memaksimalkan doa dan ikhtiar, saya meyakini bahwa Allah Mahatahu yang terbaik untuk dunia akhirat kami. Dengan begitu, saya pun lapang dalam menerima apapun hasilnya. Harus selalu bersabar, bersyukur, dan selalu berpikir positif terhadap semua keputusan Allah. Iya, memang sembilan dari sepuluh sahabat Rasulullah yang dijamin masuk surga ternyata adalah orang kaya. Tetapi menjadi apapun kita, semoga tetap bisa menjadi bagian orang-orang yang diridhoi Allah, dan mendapatkan jannah-Nya kelak.

*Postingan FB 6 November 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar