Kamis, Desember 31, 2015

Hadiah Hiburan



Alhamdulillah anak-anak naik kelas. Nabilah peringkat akademiknya persis sama dengan saya ketika seusianya dulu, bedanya saya sekolah di kampung, ndeso.:) Alhamdulillah untuk enam bulan ke depan, Nabilah juga masih mendapat hadiah gratis SPP dari sekolah.

Siswa-siswi Baitul Maal itu pintar-pintar dan shalih-shalih. Terlebih mereka memang lahir dari orang tua yang demikian. Maka atas semua ini, saya bersyukur sekali. Semua ini bukan karena kami, kami meyakini karena kehendak dan pertolongan Allah. Semacam hiburan dari-Nya, rezeki dan keberuntungan untuk kami. Allah memberi kesulitan disertai kemudahan, ujian dan jawaban, kesedihan juga hiburan.

Semua itu juga karena peran yang baik dari ibu bapak guru dalam mengajar dan mendidik mereka. Kontribusi saya sebagai orang tua dalam hal ini sangat kecil. Sebagai orang tua, saya menyadari banyak sekali kekurangan dan ketidaksempurnaan. Saya tulang punggung keluarga, sehari- hari lebih banyak disibukkan dengan urusan itu.

Oiya, apapun yang diberikan Allah pada anak-anak kita, alangkah baiknya kita sikapi dengan hati bahagia, optimis, dan penuh syukur. Perjalanan mereka masih sangat panjang. Saya mengamati bahwa prestasi anak di sekolah tak lantas menentukan nasib masa depannya. Banyak anak yang dulu sekolahnya biasa-biasa saja bahkan di bawah standar, mereka menjadi orang yang sukses di masa dewasanya. Mereka bahkan banyak yang lebih sukses dibanding teman-temannya yang lebih pintar. Maka memaksimalkan doa, ikhtiar dalam segala hal, dan berpikir positip adalah langkah terbaik untuk kita lakukan. Adapun hasilnya adalah domain Allah, bukan domain manusia.

***


Kemarin kami mendapat undangan menghadiri wisuda sekolah di gedung G Kampus STAN. Hari itu, saat kami mendapat 'hadiah hiburan' bertepatan dengan hari Ahad 14 Juni 2015. Persis enam tahun lalu, Ahad 14 Juni 2009 Mas Muslih yang sangat kami cintai, meninggalkan kami selama-lamanya. Semoga beliau bahagia di alam sana. Pun juga kami di sini, di dunia ini, hingga akhirat nanti.


Pesan dalam Bungkusan Dongeng





Mendongeng sebelum tidur telah kami biasakan sejak anak-anak masih kecil. Kami menanamkan nilai-nilai pada anak-anak dalam bungkusan dongeng. Anak-anak senang sekali dengan dongengan kami.

Hasil mendongeng memang tak bisa dirasakan secara instan. Perlu proses, perlu waktu. Dulu kecilnya, Nabilah itu 'luar biasa' dan benar-benar menuntut kesabaran yang ekstra. Karena belum berpengalaman mendidik anak, terlebih ketika suami sudah tidak ada, tak jarang diam-diam saya menangis atas tingkah lakunya. Lalu saya membuat dongeng yang sekiranya pas untuk mengubahnya. Saya berharap hasilnya kilat, esok hari atau tidak lama sesudahnya akan berubah. Ternyata yang saya temui hanyalah kekecewaan. Meski begitu saya bersyukur karena tetap menyimpan segunung harapan, tidak ada putus asa.

Alhamdulillah, seiring berjalannya waktu saya merasakan pengaruh dongeng-dongeng itu pada pembentukan kepribadian anak-anak terutama pada anak yang sudah lebih besar. Sekarang telah banyak perubahan pada diri Nabilah. Dulu di bulan Ramadhan, Nabilah masih susah shaum. Alhamdulillah sejak dua tahun lalu sudah bisa rutin shaum Senin Kamis. Juga rutin bangun pagi sebelum Subuh. Selain karena dongeng, hal ini tentu tak luput dari banyak faktor, terutama guru dan teman-temannya di sekolah. Atas pertolongan Allah, semester ini Nabilah menjadi penerima hadiah dari sekolah berupa gratis SPP selama 6 bulan untuk level kelas tinggi (kelas 4,5,6) yang semuanya ada 9 kelas. Semoga ini menandakan bahwa secara kepribadian dan prestasi akademik, Nabilah berkembang normal dan baik seperti anak-anak lain sepantarannya. Bertahun-tahun lalu hal seperti ini tentunya tidak pernah saya sangka.

Untuk adiknya, hingga saat ini memang masih sering 'luar biasa'. Saya pun senantiasa berdoa, berharap, dan berikhtiar agar semua anak saya nantinya menjadi semakin baik.

Seiring dengan pertumbuhan usianya, anak-anak saya sekarang tak lagi mau didongengkan seperti dulu menjelang tidur. Lalu saya menggantinya dengan kisah-kisah ringan tentang hidup dan kehidupan. Saya selalu berharap agar nantinya mereka menjadi insan mulia yang mencintai dan dicintai penduduk langit dan bumi.

*Aslinya hanya pengin nulis status singkat edisi curhat, etapi malah jadi panjang lebar
Postingan FB 22 Mei 2015

Jumat, Februari 27, 2015

Curhat di Medsos

Dalam hidup ini, masing-masing orang kadang berbeda dalam menyikapi segala sesuatu. Selama hal itu tidak menyangkut sesuatu yang jelas-jelas hitam atau putih, lumrah saja ada perbedaan pendapat. Kita pun harus berusaha toleran.

Ada orang yang apa-apa sedikit curhat di medsos. Baginya mungkin biasa saja, orang lain mungkin melihatnya aneh. Iya itu tadi, beda sudut pandang.

Saya pun tidak jarang curhat di medsos. Menurut saya, hal itu sah-sah saja. Dalam hal ini, saya lebih setuju curhatan yang dikemas, tidak dalam bahasa vulgar. Pun curhat atas sesuatu yg bisa diambil hikmah dan ibrahnya oleh orang lain, bukan semata-mata ungkapan emosi jiwa tanpa makna. Terlebih jika menyangkut urusan dengan orang lain yang menyangkut sudut pandang itu tadi. Jika kita tak bisa menahan perasaan hati, maka curhat pada Allah, teman yg dipercaya, atau menuliskannya dalam diary, sepertinya lebih baik. Allah dengan keMahakuasaan-Nya, sangat mudah memberi solusi jiwa dan solusi nyata.

Jika misalnya kita sedang kesal atau kecewa pada orang lain, lalu menuliskan curhatan di medsos secara vulgar dari sudut pandang kita pribadi, bisa berakibat dosa. Seandainya lawan interaksi kita ikut membaca, kita bisa mendapat dosa karena menyakiti hati orang lain. Jika yang kita sampaikan benar pun, kita tetap mendapat dosa ghibah. Kalau yang kita sampaikan salah, kita bisa mendapat dosa lebih banyak lagi. Bisa saja apa yang kita rasa hanyalah pendapat subjektif kita, pendapat umum terlebih pendapat Allah bisa berbeda. Para ahli hikmah mengatakan bahwa kita akan menjadi semakin bijak dengan banyak memahami orang lain.

Maka jika curhat di medsos dan di mana saja, ada baiknya berusaha lebih bijak. Semua yang kita tulis dan kita lakukan, nantinya akan ada pertanggungjawaban di hadapan Allah bukan?

Rabu, Januari 07, 2015

Beruntung


Bagi saya, dalam hidup ini semua tempat adalah sekolah, dan semua orang adalah guru. Berbagai peristiwa dan perlakuan orang lain baik yang menyenangkan ataupun sebaliknya, sejatinya adalah ilmu dan pelajaran paling berharga dalam hidup ini.

“Ibu masih jauh lebih beruntung daripada saya Bu,” kata seorang ibu penjual gado-gado suatu siang di Pasar Cipadu. Menurut beliau, saya ditinggalkan suami dalam kondisi baik-baik, jelas statusnya. Sedih wajar, tetapi secara perasaan lebih nyaman, tak ada rasa kesal dan gondok. Sementara beliau ditinggalkan suami tanpa status yang jelas. Masih isteri sah, tetapi tidak lagi diberi nafkah lahir batin. Suaminya sudah menikah lagi dengan wanita lain.

Lain lagi dengan ibu yang satu ini. Siang itu, setelah menyelesaikan bacaan Iqronya, seorang ibu majelis taklim pun curhat. Beliau mengaku, kadang ada keinginan untuk bunuh diri kalau mengingat semua peristiwa yang dialaminya. Suaminya meninggal karena kecelakaan motor dalam kondisi mabuk. Untuk membiayai diri dan anak semata wayangnya, beliau hanya bekerja sebagai tukang cuci setrika. Sekarang hanya berjualan lontong dan pastel di pagi hari, karena fisiknya tak lagi sehat.

Mendengar kisah cerita ibu-ibu tadi, saya memang makin bersyukur. Meski begitu, tak berarti saya merasa lebih beruntung dari mereka. Bisa jadi secara pandangan manusia benar, tetapi belum tentu menurut Allah. Bagi saya beruntung atau tidaknya seseorang di mata Allah, lebih ditentukan dari bagaimana cara orang itu menyikapi ujian-ujian dalam hidupnya, kesenangan maupun kesusahan.

Iya, kita memang harus selalu bersyukur. Ada banyak alasan. Tak terhitung banyaknya nikmat Allah untuk kita syukuri. Juga yang lebih penting lagi, dengan bersyukur Allah makin menyayangi kita. Semoga…


*Postingan FB 31 Oktober 2014

Rabu, Desember 31, 2014

Ketika Kenyataan Tak Sesuai Harapan




Beberapa hari yanÄŸ lalu, saya kedatangan seorang tamu istimewa. Ia seorang wanita muda, cantik, sholihah, dan sudah menikah. Usianya masih jauh dari 25 tahun. Kami belum pernah dalam satu kelompok pengajian, tetapi beberapa kali bertemu dalam pengajian yang skalanya lebih luas dan dihadiri lebih banyak orang.

Sebut saja namanya Ayu. Ayu sebenarnya sudah menjadi seorang ibu, tetapi anaknya dipanggil kembali oleh Allah tak lama setelah lahir. Meski begitu Ayu tampak tegar, seolah tidak ada masalah apa-apa. Ia malah bilang bahwa setelah membaca artikel2 di internet seputar anak dan kehamilan, ternyata banyak orang yang memiliki masalah jauh lebih berat dari mereka. 

Sejujurnya saya kagum padanya. Menurut saya, di usianya yang masih muda, ujian itu bukanlah sesuatu yang ringan. Beberapa orang seusianya yang pernah mengalami hal yang sama, begitu nampak terpukul atas kehilangan bayinya. Saya memahami. Wanita2 lain yang salah satu anaknya dipanggil Allah, dan masih memiliki anak -anak lain pun, juga tampak sangat sedih. Padahal anak yang dipanggil Allah itu pun sudah merupakan anak yang kesekian. Pun ada yang kehadirannya lebih karena kasih sayang dan karunia Allah, bukan yang diharap2kan dan direncanakan. Tentu atas kehilangan anak2 yang kelahirannya sangat ditunggu-tunggu, merupakan sebuah ujian yang sangat membutuhkan ketabahan.

Dalam hidup ini, tak selamanya harapan bersesuaian dengan kenyataan. Semua itu adalah ujian. Semua orang mengalaminya dalam bentuk yang berbeda-beda. Semoga Allah memberikan kita kekuatan untuk menghadapinya dengan sebaik-baik penyikapan. Pun untuk Ayu, semoga Allah memberikan pengganti yang lebih baik lagi, meridhoinya, dan memberikan pahala dan kasih sayang yang berlimpah ruah atas kesabarannya.

*Postingan FB 10 September 2014

Pandai Menempatkan Diri

Di manapun kita tinggal, alangkah baiknya kalau pandai2 menempatkan diri. Meski orang yang rumahnya kita tinggali, amat sangat jauh sekali dari kesan cerewet, kita sendirilah yang harus sensitif dalam hal kebaikan. Membantu pekerjaan rumahnya misalnya.

Termasuk juga ketika pulang kampung ke rumah orang tua, orang tua pasangan atau mertua. Membantu pekerjaan2 rumahnya seperti nyapu, ngepel, cuci piring, beres2 dsb bukan saja demi sebuah kepantasan atau sekedar untuk menyenangkan hati mereka. Lebih utama dari itu adalah untuk mencari ridho Allah. Berbakti pada orang tua adalah sebuah kewajiban. Bentuknya tentu saja kita sesuaikan dengan situasi dan kondisi.

Banyak juga manfaat lainnya dalam hal ini. Secara tidak langsung, kita pun telah mendidik anak2 kita bagaimana seharusnya bersikap. Tanpa banyak kata, kita telah mengajari mereka untuk menjadi orang yang peka dalam kebaikan pada orang tua dan mertuanya kelak.

Maka ada baiknya juga, secara diam2 kita menjadikan amalan membantu orang tua dan mertua ini, sebagai ajang berlomba2 dalam kebaikan. Jadi berlomba2nya dalam sebuah paket lengkap, sebagaimana ibadah2 lain seperti sholat, shaum, tilawah, shodaqoh, dakwah dsb. Terlebih sikap kita yang seperti ini, sebenarnya sudah menjadi bagian dari dakwah juga. Dakwah dengan keteladanan jauh lebih efektif dari sekedar berkata -kata.

*Postingan FB 14 Agustus 2014

Terimakasih Pak Sopir Taksi



Alhamdulillah, kemarin siang sudah sampai di rumah dengan lancar dan selamat. Berburu tiket kereta yang berangkat antara Jumat -Ahad, akhirnya dapat KA ekstra lebaran yang berangkat dari Surabaya, dan sampai stasiun Tawang Semarang menurut jadwal Senin sebelum jam 4 pagi. Kereta Api itu satu-satunya KA yang bisa kami naiki, yang paling cepat berangkat, dan masih menyediakan 3 kursi. Kereta Api dari Solo dan Yogya untuk semua kelas sudah penuh semua. Maklum pesennya mendadak :)

Diantar adik, kami berangkat dari Klaten jam 1 dini hari. Alhamdulillah kondisi jalan lancar, sebelum jam 3 sudah sampai stasiun. Agak lama nunggu, karena ternyata keretanya molor hingga jam 04.35. 

Pas perjalanan pulang, seneng ketemu sopir taksi yang jujur, jadi bayarnya gak mahal, cukup Rp73 ribuan. Januari lalu, kami naik taksi dan harus membayar sampai lebih dua kali lipatnya. Padahal saat itu, kondisi jalan juga kurang lebih sama, lumayan lancar.



Terima kasih Pak sopir taksi, barokallah...
Jika ada orang yang secara suka hati membayar dengan uang lebih, mungkin sesuai dengan jumlah yang telah ia anggarkan, uang itu halal dan insya Allah membawa barokah. Lain halnya dengan para sopir taksi yang dengan sengaja memutar-mutarkan jalan hingga para penumpang harus membayar ekstra dari uang yang seharusnya ia keluarkan, maka uang tambahan yang ia dapatkan statusnya pasti berbeda di hadapan Allah.
Berharap makin banyak orang jujur di negeri tercinta ini, hingga semua membawa barokah. Semoga...

*Postingan FB 12 Agustus 2014