Jumat, Mei 13, 2016

Air Mata Cinta

Kemarin sore ada acara pemberian motivasi USBD plus doa bersama untuk anak-anak kelas 6 SD Islam Plus Baitul Maal. Acaranya bagus banget. Bukan hanya tentang menghadapi USBD, ada juga materi yang secara garis besar memotivasi anak untuk menjadi anak yang berkualitas dunia akhirat.



Pemateri juga menyelipkan muhasabah di akhir acara. Isi muhasabah terutama bertema tentang hubungan anak dan ortu. Menyentuh hati, mengharu biru, membuat kami menangis. Apalagi hari itu anak-anak dan para orang tua disarankan dalam kondisi shaum, yang tentu saja makin melembutkan hati.

Anak-anak pun diminta menemui ortu masing-masing sesudahnya. Nabilah menemui saya dengan mata sembab dan lelehan air mata yang deras. Lalu kami berpelukan. Anak itu menangis di pangkuan saya, yang juga tak bisa menahan derasnya kucuran air mata. Iya, air mata cinta, air mata kasih sayang, air mata keharuan, yang di dalamnya mengalir kebahagiaan karena cinta. Cinta antara orangtua pada anaknya, pun sebaliknya.

***
Makasih Bapak Ibu guru
Makasih SDIP BM

Jumat, Mei 06, 2016

Surat Cinta untuk Nabilah




Alhamdulillahi robbil’alamiin. Segala puji bagi  Allah yang telah memberikan karunia nikmat kepada kita. Shalawat dan salam untuk Rasulullah SAW, keluarga, para sahabat, dan orang-orang mukmin yang istiqamah di jalan-Nya.

Anakku sayang Nabilah Nur Azizah...

Ini ada sedikit tanda sayang Ummi untukmu. Nilai rupiah barang- barang ini tak seberapa, tapi di dalamnya ada nilai cinta dan sayang Ummi yang tak ternilai harganya. Tak kan bisa terhitung Nak...Kau dan adikmu adalah kekayaan Ummi yang tak ternilai harganya. Kalian tak hanya menjadi pembawa kebahagiaan Ummi dan Abi di dunia yang sementara ini, tapi yang lebih penting adalah kebahagiaan abadi di akhirat nanti. Kau tentu tahu bahwa salah satu amal yang tak kan pernah putus meski orang itu telah meninggal adalah doa anak-anak sholih sholihah.

Sayang, untuk itu Ummi selalu berharap kau menjadi anak sholihah. Anak yang senantiasa taat pada perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Semua itu agar Allah sayang padamu, menjagamu, membimbingmu, dan memberikan semua yang terbaik untukmu. Percayalah anakku sayang, menjadi orang yang disayangi Allah adalah kebahagiaan yang luar biasa. Tiada kebahagiaan sejati yang melebihi kebahagiaan itu.

Jilbab dan buku sederhana ini semoga bermanfaat untukmu. Ummi berharap, engkau istiqomah dalam jilbabmu. Tentu tak hanya jilbab yang selalu engkau jaga, tapi juga apa yang ada di dalamnya, yang ada di dalam hatimu, juga perilakumu. Peliharalah selalu keluhuran akhlak budi, agar engkau dicintai penduduk langit dan bumi. Dan tetaplah seperti itu, hingga akhir hayatmu.

Esok tanggal 7 Mei 2016, kau pun genap 12 tahun. Semoga engkau bertambah dewasa, makin sayang Ummi Abi, Adik, dan sayang semuanya. Pun yang utama lagi adalah makin taat pada Allah, makin sholihah, selalu bangun pagi sebelum Subuh, membaca, menghafal, dan mentadabburri Al Qur'an. Juga makin giat belajar untuk dunia akhiratmu.

Anakku sayang, cinta dan doa Ummi akan senantiasa menyertai langkahmu.

Love U so much,


Ummi

***

Hari ini Wisuda Al Qur'an untuk anak-anak Sekolah BM. Nah, para ortu diminta ngasi hadiah untuk anaknya yang diwisuda. Saya memberi hadiah yang tak seberapa, disertai sebuah surat cinta. Surat berisi pesan-pesan sederhana yang saya tulis dengan penuh perasaan dini hari tadi. Saya pun sengaja memberikannya dalam bentuk tulisan tangan. Bukan hanya hadiah wisuda Al Qur'an, tapi juga hadiah untuknya yang esok hari genap 12 tahun menapaki bumi ini. Barokallahu fii umrik Sayang :)


Selasa, Maret 08, 2016

Nostalgia TV, Nostalgia Masa Kecil


Salah satu grup WA, malam ini lagi ramai ngobrolin film-film di tipi tempo doeloe. Nyimak saja dan melelehlah air mata. Teringat Ibu saya yang membelikan kami TV dengan menjual perhiasan emas, seingat saya 19 gram. Sebuah TV hitam putih yang ada almarinya. Bisa dikunci.

Saat itu tahun 1984, kelas 6 SD. Listrik baru menyala di kampung kami. Ibu semula tidak mau membeli TV karena memang tidak ada anggaran, tidak punya uang. Semua terjadi atas desakan kami. Akhirnya Ibu bersedia membeli, tetapi dengan perjanjian hanya boleh menonton malam Ahad sampai dengan Ahad sore.

Saya sendiri nyaris tak pernah nonton TV kecuali Ahad siang. Saya lebih memilih menemani Mbah Lurah putri, tidur di rumah beliau yang tak ada TV. Saya senang karena Mbah lurah putri memberi uang dan makanan kecil ketika saya menginap menemani beliau. Lumayan, bisa buat uang jajan atau fotokopi. Ibu saya memang tidak pernah memberi kami uang jajan, tetapi setiap hari memasak termasuk membuat makanan jajanan untuk anak-anak. Ibu bersikap demikian karena sebuah prinsip dan juga didukung keterbatasan finansial keluarga kami.

Mbah lurah putri, beliau dipanggil demikian karena suami beliau semasa hidup adalah seorang kepala desa. Mbah lurah kakung meninggal ketika saya kelas 3 SD, beliau adik kandung mbah kakung saya. Mbah kakung saya meninggal ketika Ibu masih balita. Dulu mbah kakung bekerja sebagai helep (ulu-ulu) atau namanya kemudian kaur pengairan desa, sedangkan mbah lurah dulu seorang carik atau sekretaris desa. Gaji kepala desa dan pamong praja di kampung kami adalah sawah sanggan desa, yang bisa digarap selama menjabat. Saat meninggal, mbah lurah kakung sudah puluhan tahun menjadi kepala desa. Pada masa itu, jabatan kepala desa memang sampai seumur hidup. Meski begitu, kehidupan beliau sederhana, walaupun kampung kami subur makmur, gemah ripah loh jinawi.

Ah kenangan masa kecil tak kan pernah terlupa. Semua menjadi pelajaran berharga, yang bisa menjadi cerita untuk anak cucu kita.

***

Duhai Ibu, maafkan kami. Cinta dan doa kami selalu menemanimu. Smg Ibu bahagia dan mendapat kelapangan di alam sana. Allahumaghfirlaha warhamha wa'afihaa wa'fuanhaa

Senin, Februari 22, 2016

Menguatkan Jiwa, Mendamba Surga

Waktu masih SMP, saya seringkali bangun di atas jam 5 pagi. Hanya sekali-kali saja bangun Subuh atau sebelum Subuh. Itupun biasanya kalau sedang ada maunya. Mau belajar atau mau shalat tahajud agar ranking, nilai rapor atau NEM sesuai target. Sebuah keinginan yang sederhana sekali.

Ibu saya terbiasa bangun sekitar jam 3, lalu ke dapur menyiapkan makanan. Sebenarnya Ibu mungkin menginginkan anak-anak bangun pagi. Lantas berulangkali beliau memberi wejangan,"Wong wadon iku tangine kudu esok. Ora ilok tangi awan-awan. Mengko nek wis duwe bojo, kudu tangi luwih esok tinimbang bojone. Apa meneh yen neng nggone maratua .." ( Perempuan itu harus bangun pagi, tidak pantas bangun siang-siang. Nanti kalau sudah bersuami, harus bangun lebih dulu daripada suaminya. Apalagi kalau di tempat mertua...)

Wejangan itu hanya saya dengarkan saja, tetapi belum mengubah kebiasaan saya. Semua baru berubah ketika SMA, saat jauh dari rumah dan tinggal di kost. Saya ditakdirkan satu kos dengan kakak-kakak kelas yang rajin belajar. Jam 2 pagi sebagian sudah ada yang bangun, dan sekitar jam 3 sudah tidak ada yang masih tidur. Semua kompak bangun pagi, sholat tahajud dan belajar sambil menunggu datangnya Subuh. Setelah Subuh, acara belajar kembali dilanjutkan sampai berangkat sekolah. Begitulah rutinitas sehari-hari di kost kami waktu SMA. Alah bisa karena biasa, demikian sebuah peribahasa mengatakan.



Dulu bangun pagi untuk tujuan-tujuan yang sangat sederhana, sesuai usia dan problema hidup yang dihadapi saat itu. Seiring berjalannya waktu, amanah dan problematika hidup setiap orang makin bertambah. Ada pasangan, anak-anak, dan hal-hal lain yang menjadi tanggungjawabnya. Semakin tinggi amanah yang diemban, pertanggungjawaban dunia akhirat juga semakin berat. Maka bangun pagi untuk mendekatkan diri kepada Allah, seharusnya menjadi sebuah kebutuhan jiwa yang utama. Dengannya kita menjadi kuat, kokoh, tak gampang rapuh. Masalah- masalah besar, sesungguhnya akan terasa kecil karena kita memiliki Allah Yang Maha Besar, Mahakuasa, dan Mahasegalanya. Maka mendekatkan diri pada Allah adalah sebuah keniscayaan, terlebih pada sepertiga malam yang terakhir. Pada saat itu, Allah turun ke langit dunia, ketika ada yang berdoa akan dikabulkan, ketika ada yang meminta akan diberi, dan ketika ada yang memohon ampunan akan diampuni.

Bagi orang yang memahami hakikat kehidupan, maka apa yang dipikirkan tentu saja tak melulu tentang dunia yang fana. Akhirat yang kekal abadi, seharusnya menjadi prioritas. Iya berapapun usia kita, seharusnya sudah berpikir ke arah sana. Tiada seorang pun yang mengetahui dengan pasti, kapan Allah memanggil untuk kembali menghadap-Nya. Rasulullah SAW yang sudah dijamin masuk surga pun, istiqamah menjalankan qiyamul lail. Semua itu sebagai perwujudan abdan syakuro. Lantas bagaimana seharusnya dengan kita yang belum jelas nasibnya di akhirat nanti?

Kamis, Desember 31, 2015

Ikatlah Ilmu dengan Menuliskannya



Dua hari, satu malam saya 'dipaksa' :) ikut pelatihan HPAI, SBP Intensif Road to LED. Acaranya top banget. Alhamdulillah dapat banyak sekali ilmu, yang saya rekam dengan tulisan tangan. Catatan saya itu untuk oleh-oleh buat anak-anak saya, semuanya ada 29 halaman. Saya tunjukkan ke mereka, tentu saja disertai banyak harapan.

Saya belajar dari teman-teman saya waktu muda, sebut saja Mining, Uswah, Opi (Farida). Mereka adalah orang-orang yang rajin mencatat. Catatan mereka rapi dan detail, seolah-olah orang yang membacanya ikut mendengarkan sendiri ceramah atau kuliahnya. Saya ingat betul kata Mining dulu, "Kalau catatan kita lengkap itu enak, nanti kita menyampaikan ke orang lain tinggal niruin aja (doeloe belum ada istilah copas hehe)". Maka dia pun mencatat, hingga banyolan-banyolannya.:)

Saya pun setuju sekali dengan kata-kata orang bijak, "Ikatlah ilmu dengan menuliskannya (mencatatnya)". Memori kita terbatas. Sehari, dua hari, sebulan, mungkin kita masih ingat kata-kata orang lain, meski tanpa mencatat. Tapi bayangkan, setahun, lima tahun, sepuluh tahun, dua puluh tahun kemudian. Tanpa mencatat, sepertinya tidak ada yang bisa kita kenang, tidak ada yang bisa kita ingat. 

Mari menulis, mari mencatat...

***

Buat manteman, saya .mohon izin untuk berbagi oleh-olehnya juga. Saya pengin berbagi secara tematik, bukan per pembicara. Ga semuanya kok, sebagian saja Biar ga capek dan bisa sambil mengerjakan yang lain, nulisnya dikit-dikit aja. Semoga gak bikin boring apalagi bikin sebel. :)


*Postingan FB 21 Desember 2015

Oh Sepi



Dua hari tidak ada Nabilah, rumah bener- bener berasa sepi. Sepi, meskipun juga hari Ahad kemarin, saya beraktifitas di luar rumah sepanjang hari tiada henti.

Sepi, seperti saya sedang berada di rumah sakit. Iya karena saya tak pernah berpisah dengannya kecuali untuk urusan rumah sakit dan kegiatan sekolah yang mengharuskannya menginap. Untuk urusan rumah sakit, total waktunya 10 hari, waktu saya melahirkan Farras, waktu ibu saya sakit dan ketika saya sendiri sakit. Pun kegiatan sekolah, selama ini biasanya Nabilah hanya menginap semalam.

Anak-anak memang penyemangat hidup kita. Terlebih saya. Tanpa mereka hidup terasa sepi. Iya, ini mungkin juga sebagai sarana pengingat diri dan latihan bagi saya. Ketika dewasa nanti, anak-anak juga akan lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga masing-masing. Pun di alam kubur nanti, kita pun akan sendiri. Hanya sendiri, ditemani amalan-amalan shalih, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak-anak shalih kita.

Tak mengapa sepi. Bagi Ummi, yang penting kalian berbahagia anak-anakku. Bahagia di dunia hingga akhirat nanti.

*Postingan FB 14 Desember 2015




Pagi ini nganter Nabilah yang mau ke Pare, agenda dari English Station for Kids Baitul Maal. Rencana awal sih mau ke Bromo juga, biar mereka bisa bercasciscus sama bule. Berhubung kondisi Bromo yg tidak kondusif, sepertinya agenda akan dialihkan. Nggih, terserah bapak ibu gurunya saja.

Setiap orang tua terlebih seorang emak, biasanya sangat mencintai anak-anaknya, lebih dari dirinya sendiri. Memikirkan anak-anaknya, dengan sangat. Maka saya titipkan pada -Mu, anak-anak kami Ya Allah. Saya yakin bersama penjagaan Allah dan pengawasan dari pihak sekolah, mereka aman.

Biar fisiknya selalu fit, imunitasnya bagus, saya bekali juga anak saya madu. Madu Sapu Jagad, yang kandungannya antara lain madu dan spirulina. Semoga selalu sehat jasmani rohanimu anakku sayang...

Selamat jalan, fii amanillah
 
 *Postingan FB 12 Desember 2015