Saya sering bertemu dengan seseorang di sebuah masjid. Lalu melihatnya berdoa dengan khusyu selepas shalat. Tak jarang disertai tetesan air mata. Sebut saja namanya Ani. Usianya beberapa tahun lebih muda dari saya. Saya melihatnya sebagai sosok yang ceria, supel,
pintar, cerdas, gesit, dan ulet. Penilaian ini, sama persis dengan komentar seseorang di
kantor lamanya.
Karier Ani terbilang bagus di sebuah instansi pemerintah yang basah. Ia sudah masuk eselon IV sekitar tujuh tahun
yang lalu. Tak lama kemudian, ia mendapat beasiswa S2. Namun belum lama ini, Ani memutuskan pindah instansi, karena alasan keluarga dan kenyamanan.
Dulu sebelum dekat dan sering ngobrol dengannya, saya pernah
membatin. Saya tahu Ani dan suaminya berpenghasilan
besar. Selain penghasilan utama, mereka juga mempunyai bermacam-macam bisnis dan sukses. Mulai kuliner, properti, dan lain sebagainya.
Kadang ia juga mengadakan sekaligus
mengisi sendiri pelatihan berbayar
mahal di hotel-hotel. Tapi semua itu tak nampak dalam keseharian Ani dan keluarganya.
Rumahnya sederhana. Tak juga
terlihat ada mobil di dalamnya. Kemana-mana mereka lebih sering naik sepeda motor. Kemana hasil kerja keras mereka selama ini?
Hidup ini memang
sawang sinawang. Rumput tetangga kadang terlihat lebih hijau. Kita tak
tahu di balik semua itu, seseorang memiliki ujian besar dalam hidupnya.
Ada suatu kondisi yang kadang mengharuskan
seseorang bekerja keras. Bahkan ekstra
keras hingga ibarat kepala menjadi kaki, kaki menjadi kepala. Kadang hasilnya pun tak seberapa banyak yang bisa ia
nikmati di dunia ini.
Allah bisa jadi mengaruniai seseorang penghasilan yang besar. Dari
penghasilan besar itu, kadang kala tak
semuanya menjadi rezeki orang itu sendiri. Kadang uang yang masuk sebenarnya adalah
rezeki orang lain. Hanya sebagai
perantara. Seperti Ani. Penghasilannya
memang besar. Tetapi ia harus
mengeluarkan dana besar untuk pengobatan ayahnya yang sakit jantung. Ia pun tak tega dan turut membantu saudaranya yang mengalami
kejatuhan bisnis. Konon hutang
saudaranya itu berjumlah hingga milyaran rupiah.
Saya banyak belajar
dari Ani, sosok yang hebat tetapi rendah
hati. Ujian
hidupnya ternyata cukup berat, namun ia menghadapinya dengan santai, tegar,
dan sama sekali tak menampakkannya. Memang ujian-ujian berat seringkali tak dianggap sulit bagi orang-orang yang memaknai hidup secara baik. Orang-orang yang
meyakini pertolongan-Nya dan senantiasa mendamba cinta dari langit. Mereka selalu berpikir, berperilaku, dan bekerja untuk mengumpulkan pundi-pundi
kebaikan dan kasih sayang-Nya. Meyakini
bahwa semua akan ada perhitungannya, akan
ada balasannya. Balasannya memang
tak selalu di dunia fana ini, tapi pasti di
suatu negeri yang abadi nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar