Sekali-kali nulis secara lugas sesuatu yang sangat privacy juga ga ada
salahnya ya... Soalnya ada asal muasalnya juga nih.
Ceritanya, beberapa hari lalu seorang ibu muda berusia 26 tahun datang ke
rumah membeli sprei. Beliau seorang wanita yang cantik dan kalem. Sebut saja
namanya Putri (bukan nama sebenarnya). Kami sudah lama saling mengenal, tapi
memang jarang berinteraksi secara dekat. Di tengah obrolan, terselip cerita
beliau tentang suaminya. Lalu saya bertanya, "Teman suaminya ada yang
belum nikah gak Put? Daftar ya..." Dengan datar dan kalem Putri bilang,
"Buat Bu Nur ya...?" Hehe, tentu saja saya benar-benar tidak
menyangka akan jawabannya. Kaget banget.
Tidak menyangka, karena Putri ini juga tahu kalau saya punya beberapa teman dekat
seusianya yang belum menikah. Jika mereka menemukan jodoh terbaiknya,
sepertinya saya menjadi orang yang paling berbahagia. Lagipula usia suami Putri
juga baru 26 tahun. Teman-temannya juga otomatis kurang lebih seusia itu.
Nah, ini cerita lainnya lagi. Beberapa bulan lalu, saya ngobrol panjang
lebar dengan seorang mantan guru ngaji (MR) kami tempo doeloe via telepon.
Beliau bercerita kalau dulu salah seorang mantan teman ngaji saya pernah
mencari-carikan jodoh buat saya setelah suami saya meninggal. Mendengarnya saya
kaget sekali, sambil tertawa- tawa. Tetapi meski tanpa seizin dan sepengetahuan
saya, tentu saja saya tidak bisa marah karena sesungguhnya maksud teman saya
ini baik. Malahan geli. Hmmm...hingga saat ini saya juga tidak tahu, 'kemana saja'
teman saya itu mencarikan.:)
Usia saya sebentar lagi genap 44 tahun, sudah cukup tua. Allah Mahatahu
keinginan- keinginan saya di sisa- sisa waktu hidup ini. Sejujurnya saja,
hingga saat ini dan sampai waktu yang saya sendiri tidak tahu, tak ada
keinginan saya untuk menikah. Oleh karena itu, sama sekali tidak pernah juga
minta dicarikan. Jika pun suatu saat ada 'lowongan' mending buat yang lain saja
yang belum pernah menikah. Saya sudah cukup berbahagia dengan kenangan-kenangan
bersama almarhum suami dan berbahagia pula sudah memiliki Nabilah dan Farras.
Harapan terbesar kami, kelak bisa berkumpul kembali di surga-Nya.
Bagi saya biarlah sisa hidup saya ini, saya gunakan untuk mendidik anak-anak
menjadi orang yang berkualitas, sholih, muslih dan penuh ridho Allah. Semua
seiring sejalan dengan aktifitas bekerja mencari nafkah dan berkarya di jalan
Allah. Bagi saya, hal itulah yang menjadi bagian terpenting dalam hidup kami
saat ini.
Memang setelah suami meninggal, kondisi keluarga kami berbeda. Bisa
diibaratkan, sekarang kami terbang dengan satu sayap. Alhamdulillah, semua
berjalan relatif baik, meski banyak rencana dan keinginan kami waktu itu yang
belum terealisasi hingga kini. Rumah pun tak ada yang berubah dari sejak awal
kami menempati.
Untuk itu, saya sangat ingin menjadi orang yang sukses secara ekonomi. Ingin
bisa lebih banyak berbagi dan menolong orang-orang yang kesusahan dan memenuhi
harapan keluarga. Saat ini kondisi ekonomi keluarga kami hanya sekedar
pas-pasan untuk ukuran kehidupan di sekitar Jakarta yang memang mahal. Penuh
keterbatasan dan tak bisa banyak bergerak untuk memanjakan sifat royal. Padahal
sesungguhnya ada berjuta keinginan menjadi seperti keluarga A,B, atau C yang
bisa sangat dermawan dan memberi andil yang besar dalam keuangan ummat.
Di balik banyaknya keinginan, alhamdulillah hati ini bisa berdamai dengan
keadaan. Setelah berupaya memaksimalkan doa dan ikhtiar, saya meyakini bahwa
Allah Mahatahu yang terbaik untuk dunia akhirat kami. Dengan begitu, saya pun
lapang dalam menerima apapun hasilnya. Harus selalu bersabar, bersyukur, dan
selalu berpikir positif terhadap semua keputusan Allah. Iya, memang sembilan
dari sepuluh sahabat Rasulullah yang dijamin masuk surga ternyata adalah orang
kaya. Tetapi menjadi apapun kita, semoga tetap bisa menjadi bagian orang-orang
yang diridhoi Allah, dan mendapatkan jannah-Nya kelak.
*Postingan FB 6 November 2015
Kamis, Desember 31, 2015
Sempatkanlah Sebelum Giliran Kita
Habis pulang ta'ziah ke dua tempat. Dua-duanya saya tidak kenal. Satu ayah anak kelas 3 SD BM, tapi beda kelas dengan anak saya. Beliau meninggal karena kecelakaan kereta. Satu lagi, karena kebetulan melewati depan rumah beliau pas ta'ziah ke ortu teman anak saya tadi. Sekalian saja mampir.
Sebelum berangkat, saya ngajakin anak saya biar mau ikut ta'ziah. Anak saya tidak bersedia, karena merasa masih kecil, lagi pula tidak mengenalnya. Lalu saya katakan pada mereka bahwa suatu hari nanti kita akan mendapat giliran untuk dipanggil-Nya, meninggal dunia. Kita perlu kehadiran orang lain untuk mengurusi kita. Lagipula keluarga kita akan sedikit berkurang kesedihannya , bila banyak orang datang. Orang-orang yang datang itu secara tidak langsung turut menguatkan dan menghibur.
Wong nandur bakale ngunduh. Ngunduhnya (memanennya) bisa di dunia, bisa di akhirat, bisa juga di keduanya : dunia dan akhirat. Maka akan lebih baik, kita menyempatkan diri untuk menanam apapun, termasuk ta'ziah. Iya menyempat-nyempatkan, karena kalau tidak menyempatkan, kita tidak akan pernah sempat. Lebih banyak kewajiban dan urusan kita daripada waktu yang kita miliki.
Saya katakan pada anak- anak bahwa tidak ada amalan kita yang sia-sia, asal niatnya karena Allah. Pasti ada balasannya, pasti akan mendatangkan ridho dan kasih sayang-Nya. Saya yakin, kata-kata saya akan masuk ke dalam hati mereka, terekam dalam kalbunya. Lalu suatu saat nanti akan berubah menjadi sebuah prinsip yang akan diterapkan dalam hidupnya. Semoga...
Postingan FB 3 Oktober 2015
Curhatan Mak Comblang
Seorang emak yang kadang jadi mak comblang curhat. Si Emak kadang merasa sedih. Salah satu temannya, seorang gadis yang relatif cantik, baik hati, pinter nan sholihah belum pernah sama sekali diproses untuk taaruf. Alasannya sederhana, si gadis itu bukan orang Jawa, meski pun saat ini tinggal di Jawa. Padahal meski bukan orang Jawa, secara karakter Jawa banget, kadang lebih Jawa daripada orang Jawa.
Setiap ada proposal masuk, mintanya orang Jawa. Otomatis si teman yang disayanginya itu belum lulus seleksi tahap awal. Si Emak rada kecewa, tapi alhamdulillah bisa menghibur diri dengan penuh keyakinan. Mungkin, memang belum saatnya temannya itu ketemu jodoh. Suatu hari nanti, pasti Allah akan memberi yang terbaik.
Lalu si Emak berjanji sendiri dalam hati. Nanti kalau anak-anaknya mau menikah, insya Allah tidak meminta syarat JAWA untuk calon menantunya. Bagi Emak yang penting menantunya sholih sholihah, baik dunia akhiratnya, dan diridhoi Allah. Itu janji hati Emak, dengan tetap menghormati semua anak dan orang tua dengan pendapat, pilihan, dan keputusan hidup masing-masing.
*Postingan FB 25 Agustus 2015
Orang yang Menyesal
Al Qur'an dan hadits banyak
bercerita tentang orang-orang yang menyesal. Dalam QS Al Furqon 27- 28
dikisahkan tentang orang-orang zalim yang menggigit kedua jarinya sambil berkata,"
Wahai sekiranya aku (dulu) mengambil jalan bersama Rasul. Wahai celaka aku.
Sekiranya (dulu) aku tidak menjadikan si fulan itu teman akrab (ku)."
Dari ayat tersebut kita mengambil
kesimpulan:
1. Harus mengikuti prinsip
Rasulullah
Kita harus mengikuti prinsip-prinsip
Rasulullah, tetapi penting juga membedakan Muhammad sebagai pribadi (manusia)
dan sebagai rasul. Misalnya yang harus kita ikuti adalah pola hidup Rasulullah
yang selalu makan makanan halal, bukan jenis makanan yang dimakan. Dikisahkan bahwa
suatu hari Rasulullah berkunjung ke rumah salah seorang sahabat. Dalam jamuan
makan, Rasulullah tidak mengambil makanan yang tidak beliau suka. Lalu para
sahabat pun mengikuti. Sang tuan rumah khawatir makanan itu haram, lalu
bertanya pada Rasulullah. Rasulullah menjelaskan bahwa makanan tersebut halal.
Akhirnya para sahabat pun mengambilnya.
Jadi dalam hubungannya dengan
ibadah, kita harus mencontoh Rasulullah termasuk dalam hal-hal yang sifatnya
teknis. Sedangkan dalam hal-hal yang bersifat muamalah, kita mengambil
prinsipnya, karena seiring dengan perubahan zaman, wasilah (sarana) akan
senantiasa berkembang.
2. Sangat penting untuk berteman
dengan orang - orang baik
Penting untuk berteman dengan orang
baik agar kita mendapat aroma kebaikan. Pun juga sangat perlu untuk berteman
dengan orang-orang yang belum baik atau masih berproses menuju baik. Jadi yang
dilarang adalah ketika hanya berteman dengan orang-orang yang tidak baik.
Berteman dengan orang-orang yang
belum baik perlu dilakukan dalam rangka memperbaiki orang tersebut. Analoginya
seperti seorang dokter yang menyobati orang tanpa takut tertular penyakitnya.
Untuk itu kita pun harus memiliki imunitas dan penjagaan diri yang baik.
3.Penyesalan orang yang meninggal
Orang baik yang telah meninggal, masih
menyesal karena tidak menambah kebaikan. Orang yang buruk menyesal karena tidak
meninggalkan keburukan. Maka alangkah baiknya kita semakin memperbaiki diri.
Misalnya dalam hal shalat. Dulu para sahabat mengatakan jika untuk mendapatkan
shaf sholat paling depan itu harus diundi, maka para sahabat akan mengikuti
undian itu. Para sahabat juga mengatakan bahwa ketika hendak shalat, mereka
seperti orang yang tidak saling mengenal. Tetapi zaman sekarang, banyak orang
justru enggan menempati shaf paling depan meskipun datang lebih awal.
Agar tidak menjadi orang-orang yang
menyesal maka alangkah baiknya kita semakin memperbaiki diri selagi masih hidup
di dunia ini. Allah berfirman,"Dan infakkanlah sebagian dari apa yang
telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang ..." (QS Al
Munafiquun10)
*Ceramah Subuh Masjid Arridho, Ahad,
18 Ramadhan 1435/4 Juli 2015
Kpn2 bisa buat contekan :).
Postingan FB 4 Juli 2015
Kpn2 bisa buat contekan :).
Postingan FB 4 Juli 2015
Top of Form
Langganan:
Postingan (Atom)