Kamis, Desember 31, 2015

Islam Moderat dan Integral



(Ringkasan Kultum Subuh Masjid Arridho, Rabu 24 Juni 2015)

Islam lahir sejak awal sebagai Islam moderat. Hal ini bisa ditelusuri dari kisah Nabi Ibrahim ketika diperintahkan untuk menyembelih Ismail. Ibrahim menanyakan pendapat Ismail terlebih dahulu. Ismail lah yang justru mohon pada ayahnya untuk menyembelihnya. Allah hanya menguji ketaatan Ibrahim. Lalu mengganti Ismail dengan domba. Jika tidak, hal ini bisa menjadi preseden buruk bagi umat Islam di masa yang akan datang, misalnya membunuh dengan mengatasnamakan Allah. Padahal dalam perang pun tidak boleh sembarangan membunuh. Ada larangan membunuh wanita, anak-anak dan orang-orang lemah lainnya termasuk merusak tanaman.

Islam juga memerintahkan untuk mengajak pada kebaikan, sekaligus mencegah kemungkaran. Dalam Al Quran banyak sekali terdapat kisah masa lalu untuk kita ambil ibrahnya, juga bercerita tentang peristiwa-peristiwa yang akan datang. Misalnya kisah kaum Sodom pada zaman Nabi Luth. Kisah tentang adzab Allah pada mereka, tetap relevan dan berlaku untuk zaman sekarang. 

Al Quran mengajarkan sesuatu yang qoth'i untuk kita imani. Al Qur'an juga mengajarkan hal-hal yang sesuai dengan logika keilmuan. Seorang ilmuwan Perancis Maurice Bucaille masuk Islam karena menemukan banyak kebenaran Al Quran dari kajian sains. Jadi akal jika digunakan dalam koridor keimanan akan memperkuat aqidah kita. 

Kita juga diperintahkan tabbayun jika menerima sebuah berita. Kadang ada berita yang belum jelas sumbernya, langsung kita percaya dan share. Hal ini bisa menimbulkan kesan yang tidak baik, seolah-olah kita menyebarkan berita bohong. Misalnya berita masuk Islamnya Tyrese Gibson yang ternyata hoax. Jadi perlu hati-hati.

" Robbanaa aatinaa fii dunya hasanah wa fil aakhirotii hasanah." Doa yang sering kita ucapkan itu juga nerupakan kombinasi kebaikan dunia dan akhirat. Jadi Islam itu moderat, integral, tidak ekstrim dunia dan tidak ekstrim akhirat. Kita diperintahkan untuk beramal, tetapi juga memperhatikan kepentingan keluarga.

*cuma ngrangkum
Postingan FB 24 Juni 2015

Hadiah Hiburan



Alhamdulillah anak-anak naik kelas. Nabilah peringkat akademiknya persis sama dengan saya ketika seusianya dulu, bedanya saya sekolah di kampung, ndeso.:) Alhamdulillah untuk enam bulan ke depan, Nabilah juga masih mendapat hadiah gratis SPP dari sekolah.

Siswa-siswi Baitul Maal itu pintar-pintar dan shalih-shalih. Terlebih mereka memang lahir dari orang tua yang demikian. Maka atas semua ini, saya bersyukur sekali. Semua ini bukan karena kami, kami meyakini karena kehendak dan pertolongan Allah. Semacam hiburan dari-Nya, rezeki dan keberuntungan untuk kami. Allah memberi kesulitan disertai kemudahan, ujian dan jawaban, kesedihan juga hiburan.

Semua itu juga karena peran yang baik dari ibu bapak guru dalam mengajar dan mendidik mereka. Kontribusi saya sebagai orang tua dalam hal ini sangat kecil. Sebagai orang tua, saya menyadari banyak sekali kekurangan dan ketidaksempurnaan. Saya tulang punggung keluarga, sehari- hari lebih banyak disibukkan dengan urusan itu.

Oiya, apapun yang diberikan Allah pada anak-anak kita, alangkah baiknya kita sikapi dengan hati bahagia, optimis, dan penuh syukur. Perjalanan mereka masih sangat panjang. Saya mengamati bahwa prestasi anak di sekolah tak lantas menentukan nasib masa depannya. Banyak anak yang dulu sekolahnya biasa-biasa saja bahkan di bawah standar, mereka menjadi orang yang sukses di masa dewasanya. Mereka bahkan banyak yang lebih sukses dibanding teman-temannya yang lebih pintar. Maka memaksimalkan doa, ikhtiar dalam segala hal, dan berpikir positip adalah langkah terbaik untuk kita lakukan. Adapun hasilnya adalah domain Allah, bukan domain manusia.

***


Kemarin kami mendapat undangan menghadiri wisuda sekolah di gedung G Kampus STAN. Hari itu, saat kami mendapat 'hadiah hiburan' bertepatan dengan hari Ahad 14 Juni 2015. Persis enam tahun lalu, Ahad 14 Juni 2009 Mas Muslih yang sangat kami cintai, meninggalkan kami selama-lamanya. Semoga beliau bahagia di alam sana. Pun juga kami di sini, di dunia ini, hingga akhirat nanti.


Pesan dalam Bungkusan Dongeng





Mendongeng sebelum tidur telah kami biasakan sejak anak-anak masih kecil. Kami menanamkan nilai-nilai pada anak-anak dalam bungkusan dongeng. Anak-anak senang sekali dengan dongengan kami.

Hasil mendongeng memang tak bisa dirasakan secara instan. Perlu proses, perlu waktu. Dulu kecilnya, Nabilah itu 'luar biasa' dan benar-benar menuntut kesabaran yang ekstra. Karena belum berpengalaman mendidik anak, terlebih ketika suami sudah tidak ada, tak jarang diam-diam saya menangis atas tingkah lakunya. Lalu saya membuat dongeng yang sekiranya pas untuk mengubahnya. Saya berharap hasilnya kilat, esok hari atau tidak lama sesudahnya akan berubah. Ternyata yang saya temui hanyalah kekecewaan. Meski begitu saya bersyukur karena tetap menyimpan segunung harapan, tidak ada putus asa.

Alhamdulillah, seiring berjalannya waktu saya merasakan pengaruh dongeng-dongeng itu pada pembentukan kepribadian anak-anak terutama pada anak yang sudah lebih besar. Sekarang telah banyak perubahan pada diri Nabilah. Dulu di bulan Ramadhan, Nabilah masih susah shaum. Alhamdulillah sejak dua tahun lalu sudah bisa rutin shaum Senin Kamis. Juga rutin bangun pagi sebelum Subuh. Selain karena dongeng, hal ini tentu tak luput dari banyak faktor, terutama guru dan teman-temannya di sekolah. Atas pertolongan Allah, semester ini Nabilah menjadi penerima hadiah dari sekolah berupa gratis SPP selama 6 bulan untuk level kelas tinggi (kelas 4,5,6) yang semuanya ada 9 kelas. Semoga ini menandakan bahwa secara kepribadian dan prestasi akademik, Nabilah berkembang normal dan baik seperti anak-anak lain sepantarannya. Bertahun-tahun lalu hal seperti ini tentunya tidak pernah saya sangka.

Untuk adiknya, hingga saat ini memang masih sering 'luar biasa'. Saya pun senantiasa berdoa, berharap, dan berikhtiar agar semua anak saya nantinya menjadi semakin baik.

Seiring dengan pertumbuhan usianya, anak-anak saya sekarang tak lagi mau didongengkan seperti dulu menjelang tidur. Lalu saya menggantinya dengan kisah-kisah ringan tentang hidup dan kehidupan. Saya selalu berharap agar nantinya mereka menjadi insan mulia yang mencintai dan dicintai penduduk langit dan bumi.

*Aslinya hanya pengin nulis status singkat edisi curhat, etapi malah jadi panjang lebar
Postingan FB 22 Mei 2015

Jumat, Februari 27, 2015

Curhat di Medsos

Dalam hidup ini, masing-masing orang kadang berbeda dalam menyikapi segala sesuatu. Selama hal itu tidak menyangkut sesuatu yang jelas-jelas hitam atau putih, lumrah saja ada perbedaan pendapat. Kita pun harus berusaha toleran.

Ada orang yang apa-apa sedikit curhat di medsos. Baginya mungkin biasa saja, orang lain mungkin melihatnya aneh. Iya itu tadi, beda sudut pandang.

Saya pun tidak jarang curhat di medsos. Menurut saya, hal itu sah-sah saja. Dalam hal ini, saya lebih setuju curhatan yang dikemas, tidak dalam bahasa vulgar. Pun curhat atas sesuatu yg bisa diambil hikmah dan ibrahnya oleh orang lain, bukan semata-mata ungkapan emosi jiwa tanpa makna. Terlebih jika menyangkut urusan dengan orang lain yang menyangkut sudut pandang itu tadi. Jika kita tak bisa menahan perasaan hati, maka curhat pada Allah, teman yg dipercaya, atau menuliskannya dalam diary, sepertinya lebih baik. Allah dengan keMahakuasaan-Nya, sangat mudah memberi solusi jiwa dan solusi nyata.

Jika misalnya kita sedang kesal atau kecewa pada orang lain, lalu menuliskan curhatan di medsos secara vulgar dari sudut pandang kita pribadi, bisa berakibat dosa. Seandainya lawan interaksi kita ikut membaca, kita bisa mendapat dosa karena menyakiti hati orang lain. Jika yang kita sampaikan benar pun, kita tetap mendapat dosa ghibah. Kalau yang kita sampaikan salah, kita bisa mendapat dosa lebih banyak lagi. Bisa saja apa yang kita rasa hanyalah pendapat subjektif kita, pendapat umum terlebih pendapat Allah bisa berbeda. Para ahli hikmah mengatakan bahwa kita akan menjadi semakin bijak dengan banyak memahami orang lain.

Maka jika curhat di medsos dan di mana saja, ada baiknya berusaha lebih bijak. Semua yang kita tulis dan kita lakukan, nantinya akan ada pertanggungjawaban di hadapan Allah bukan?

Rabu, Januari 07, 2015

Beruntung


Bagi saya, dalam hidup ini semua tempat adalah sekolah, dan semua orang adalah guru. Berbagai peristiwa dan perlakuan orang lain baik yang menyenangkan ataupun sebaliknya, sejatinya adalah ilmu dan pelajaran paling berharga dalam hidup ini.

“Ibu masih jauh lebih beruntung daripada saya Bu,” kata seorang ibu penjual gado-gado suatu siang di Pasar Cipadu. Menurut beliau, saya ditinggalkan suami dalam kondisi baik-baik, jelas statusnya. Sedih wajar, tetapi secara perasaan lebih nyaman, tak ada rasa kesal dan gondok. Sementara beliau ditinggalkan suami tanpa status yang jelas. Masih isteri sah, tetapi tidak lagi diberi nafkah lahir batin. Suaminya sudah menikah lagi dengan wanita lain.

Lain lagi dengan ibu yang satu ini. Siang itu, setelah menyelesaikan bacaan Iqronya, seorang ibu majelis taklim pun curhat. Beliau mengaku, kadang ada keinginan untuk bunuh diri kalau mengingat semua peristiwa yang dialaminya. Suaminya meninggal karena kecelakaan motor dalam kondisi mabuk. Untuk membiayai diri dan anak semata wayangnya, beliau hanya bekerja sebagai tukang cuci setrika. Sekarang hanya berjualan lontong dan pastel di pagi hari, karena fisiknya tak lagi sehat.

Mendengar kisah cerita ibu-ibu tadi, saya memang makin bersyukur. Meski begitu, tak berarti saya merasa lebih beruntung dari mereka. Bisa jadi secara pandangan manusia benar, tetapi belum tentu menurut Allah. Bagi saya beruntung atau tidaknya seseorang di mata Allah, lebih ditentukan dari bagaimana cara orang itu menyikapi ujian-ujian dalam hidupnya, kesenangan maupun kesusahan.

Iya, kita memang harus selalu bersyukur. Ada banyak alasan. Tak terhitung banyaknya nikmat Allah untuk kita syukuri. Juga yang lebih penting lagi, dengan bersyukur Allah makin menyayangi kita. Semoga…


*Postingan FB 31 Oktober 2014