Kamis, Desember 31, 2015

Curhatan Mak Comblang


Seorang emak yang kadang jadi mak comblang curhat. Si Emak kadang merasa sedih. Salah satu temannya, seorang gadis yang relatif cantik, baik hati, pinter nan sholihah belum pernah sama sekali diproses untuk taaruf. Alasannya sederhana, si gadis itu bukan orang Jawa, meski pun saat ini tinggal di Jawa. Padahal meski bukan orang Jawa, secara karakter Jawa banget, kadang lebih Jawa daripada orang Jawa.

Setiap ada proposal masuk, mintanya orang Jawa. Otomatis si teman yang disayanginya itu belum lulus seleksi tahap awal. Si Emak rada kecewa, tapi alhamdulillah bisa menghibur diri dengan penuh keyakinan. Mungkin, memang belum saatnya temannya itu ketemu jodoh. Suatu hari nanti, pasti Allah akan memberi yang terbaik.

Lalu si Emak berjanji sendiri dalam hati. Nanti kalau anak-anaknya mau menikah, insya Allah tidak meminta syarat JAWA untuk calon menantunya. Bagi Emak yang penting menantunya sholih sholihah, baik dunia akhiratnya, dan diridhoi Allah. Itu janji hati Emak, dengan tetap menghormati semua anak dan orang tua dengan pendapat, pilihan, dan keputusan hidup masing-masing.

*Postingan FB 25 Agustus 2015

Orang yang Menyesal



Al Qur'an dan hadits banyak bercerita tentang orang-orang yang menyesal. Dalam QS Al Furqon 27- 28 dikisahkan tentang orang-orang zalim yang menggigit kedua jarinya sambil berkata," Wahai sekiranya aku (dulu) mengambil jalan bersama Rasul. Wahai celaka aku. Sekiranya (dulu) aku tidak menjadikan si fulan itu teman akrab (ku)."

Dari ayat tersebut kita mengambil kesimpulan:

1. Harus mengikuti prinsip Rasulullah
Kita harus mengikuti prinsip-prinsip Rasulullah, tetapi penting juga membedakan Muhammad sebagai pribadi (manusia) dan sebagai rasul. Misalnya yang harus kita ikuti adalah pola hidup Rasulullah yang selalu makan makanan halal, bukan jenis makanan yang dimakan. Dikisahkan bahwa suatu hari Rasulullah berkunjung ke rumah salah seorang sahabat. Dalam jamuan makan, Rasulullah tidak mengambil makanan yang tidak beliau suka. Lalu para sahabat pun mengikuti. Sang tuan rumah khawatir makanan itu haram, lalu bertanya pada Rasulullah. Rasulullah menjelaskan bahwa makanan tersebut halal. Akhirnya para sahabat pun mengambilnya.
Jadi dalam hubungannya dengan ibadah, kita harus mencontoh Rasulullah termasuk dalam hal-hal yang sifatnya teknis. Sedangkan dalam hal-hal yang bersifat muamalah, kita mengambil prinsipnya, karena seiring dengan perubahan zaman, wasilah (sarana) akan senantiasa berkembang.

2. Sangat penting untuk berteman dengan orang - orang baik
Penting untuk berteman dengan orang baik agar kita mendapat aroma kebaikan. Pun juga sangat perlu untuk berteman dengan orang-orang yang belum baik atau masih berproses menuju baik. Jadi yang dilarang adalah ketika hanya berteman dengan orang-orang yang tidak baik. 
Berteman dengan orang-orang yang belum baik perlu dilakukan dalam rangka memperbaiki orang tersebut. Analoginya seperti seorang dokter yang menyobati orang tanpa takut tertular penyakitnya. Untuk itu kita pun harus memiliki imunitas dan penjagaan diri yang baik.

3.Penyesalan orang yang meninggal
Orang baik yang telah meninggal, masih menyesal karena tidak menambah kebaikan. Orang yang buruk menyesal karena tidak meninggalkan keburukan. Maka alangkah baiknya kita semakin memperbaiki diri. Misalnya dalam hal shalat. Dulu para sahabat mengatakan jika untuk mendapatkan shaf sholat paling depan itu harus diundi, maka para sahabat akan mengikuti undian itu. Para sahabat juga mengatakan bahwa ketika hendak shalat, mereka seperti orang yang tidak saling mengenal. Tetapi zaman sekarang, banyak orang justru enggan menempati shaf paling depan meskipun datang lebih awal. 

Agar tidak menjadi orang-orang yang menyesal maka alangkah baiknya kita semakin memperbaiki diri selagi masih hidup di dunia ini. Allah berfirman,"Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang ..." (QS Al Munafiquun10)

*Ceramah Subuh Masjid Arridho, Ahad, 18 Ramadhan 1435/4 Juli 2015

Kpn2 bisa buat contekan :).
Postingan FB 4 Juli 2015 
Top of Form

Shalih Pribadi dan Sosial




Orang-orang lebih banyak beramal shalih di bulan Ramadhan. Hal ini mungkin karena janji Allah Swt yang akan memberi pahala berlipat ganda.

Shalih secara pribadi penting. Lebih utama lagi jika keshalihan pribadi itu berdampak kepada kemaslahatan umat atau shalih secara sosial. Dalam Rukun Islam, hanya syahadat yang bersifat pribadi. Shalat diperintahkan untuk ber jamaah. Sedangkan shaum selain bersifat pribadi, juga mengandung nilai sosial. Dengan shaum kita merasakan lapar dan haus sehingga diharapkan bisa berempati terhadap penderitaan orang-orang yang kekurangan. Zakat jelas bersifat sosial. Demikian juga haji yang penyelenggaraannya harus dilaksanakan secara berjamaah.

Rasulullah bersabda," Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain". Maka alangkah baiknya jika keshalihan kita secara pribadi membawa manfaat untuk orang-orang lain. Seandainya Rasulullah yang menerima wahyu, para sahabat, ulama, dai dsb hanya berdiam diri, maka Islam tidak akan sampai kepada kita.

*Kultum Shubuh Masjid Arridho, Selasa, 30 Juni 2015

Postingan FB 30 Juni 2015