Kamis, Juni 06, 2013

Selamat Jalan Ustadz Ragil



Ustadz Ragil Kuncoro, Ak, M.Sc.  telah dipanggil untuk berpulang ke  pangkuan Sang Khalik, Rabu pagi kemarin.  Enam hari sebelumnya, saya sempat  kaget mendengar kabar bahwa beliau sakit hingga koma. Pagi itu, saya kembali dikagetkan dengan  kabar meninggalnya. Kaget karena dua hari sebelumnya,  ada kabar bahwa kondisi beliau  telah membaik. Beliau  sudah siuman, mengenali  dan tersenyum  pada para penjenguk.  Saat itu  kami turut senang dan mendoakan agar beliau segera sembuh dan bisa beraktifitas seperti sedia kala. Namun, rupanya Allah berkehendak lain. 

Innalillahi wa inna ilaihi raaji’uun. Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kita akan kembali. 

Saya tak  terlalu mengenal  Ustadz Ragil, tetapi saya mengenal isteri beliau, Mbak Lilis Widayani.  Mbak Lilis, kakak kelas dua tahun di atas saya.  Akhwat yang manis,  lemah lembut, dan pelan-pelan bicaranya. Lebih dua puluh tahun silam,  tepatnya awal tahun  1992,  kami sering bersama dalam perjalanan pulang dari Kramat Sentiong mengikuti kursus bahasa Arab. Saat itu kursus bahasa Arab masih jarang-jarang,  tidak  bertebaran  di mana-mana seperti sekarang.  

Saya lebih banyak mengenal Ustadz Ragil  dari milis sebelah. Seringkali  saya mengamati postingan atau komentar orang-orang di milis itu.  Salah satu milister yang aktif adalah Ustadz Ragil. Sepuluh hari  menjelang wafatnya, beliau pun  masih berkesempatan menulis. 

Subhanallah, cara beliau mengungkapkan pendapat patut  dicontoh. Pun demikian, ketika beliau menyampaikan ketidaksetujuan atas pendapat orang lain. Kata-katanya terpilih, cerdas, santai, dan santun. Sesuatu yang menunjukkan kelemahlembutan dan kemuliaan akhlak. 

Siang itu, ketika melepas keberangkatan Almarhum  menuju tempat istirahatnya yang  panjang, air mata pun bercucuran di wajah-wajah para pentakziah. Beberapa sambutan  tengah disampaikan dan doa-doa tulus tengah dimohonkan dengan khusyu.

Selamat jalan Ustadz Ragil...
Doa kami menyertai. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa, memberikan  tempat terbaik di sisi-Nya, memberikan kebahagiaan, dan memasukkan beliau ke dalam golongan ahlul jannah. Kami di sini menjadi saksi atas kebaikan-kebaikan beliau.  Buat Mbak Lilis dan seluruh keluarga yang ditinggalkan, semoga Allah  senantiasa menganugerahi keikhlasan, kesabaran, ketabahan, dan  kemudahan dalam segala urusan.

***
Saat ini, ketika menulis catatan ini, saya  kembali merenung. Teringat oleh saya nasihat Imam Ghazali, bahwa yang paling dekat dengan kita di dunia ini adalah kematian.  Kita tak tahu kapan, di mana, dan sedang apa saat sang maut menjemput. Bisa saja  esok atau lusa bahkan beberapa  jam atau beberapa menit  lagi, kita bukan lagi penghuni alam dunia ini. 

Hidup di dunia ini hanya sekali, tak kan bisa kita mengulanginya lagi. Kesenangan  atau kesusahan yang kita lalui hanya sementara saja. Semuanya adalah ujian Allah.  Semoga kita bisa  menulis jawaban terbaik di setiap  lembaran ujian kehidupan  ini,  dan mempersembahkan prestasi terbaik  di hadapan-Nya.  Pun  mampu menyiapkan  sebaik-baik bekal  untuk  memulai kehidupan  baru di alam sana nanti. Semoga…

Selasa, Maret 12, 2013

Konsolidasi PKS Banten



PKS Banten menggelar acara Konsolidasi Kader dan  Struktur  PKS se-Banten pada Ahad, 10 Maret 2013.  Acara tersebut  mengambil tempat  di ballroom Hotel Mangkuputra Cilegon.  Kader- kader  Pondok Aren turut hadir   dalam acara tersebut dengan menumpang  2 bus dan yang lainnya menggunakan kendaraan pribadi.  



Tampak hadir dan turut memberikan sambutan dalam acara tersebut adalah ketua DPW PKS Banten Ustadz Irfan Maulidi dan ketua wilda Banjabar Ustadz Makmur Hasanudin. Tim nasyid Izzatul Islam juga turut  hadir menyemarakkan acara ini dengan nasyid-nasyid yang menggelorakan semangat.



Orasi  Ustadz Anis Matta



Ustadz Anis Matta menyampaikan  taujih di hadapan ribuan kader yang hadir, selama kurang lebih satu jam.  Beliau mengawali orasinya dengan mengucapkan cinta  dan menyampaikan salam cinta dari qiyadah pada seluruh kader yang hadir.  Atas nama cinta pula  kita akan  memiliki energi untuk memenangkan pertarungan pada 2014, demikian lanjut beliau.



Ustadz Anis Matta  juga menjelaskan bahwa sebagaimana ketika kita menghadapi musibah, menghadapi kemenangan pun  kita memaknai dengan tafsir Islam.  Kemenangan pada awal dan akhirnya adalah  karunia Allah.  Sebuah takdir Allah. Namun Allah memberikan kemenangan, pasti ada syarat-syaratnya. Demikian halnya kekalahan juga memiliki sebab-sebabnya.  Karena takdir Allah diproses  melalui cara- cara  manusiawi, yang bisa dijelaskan secara manusiawi pula.


Bingkai pemikiran yang  akan digunakan untuk memenangkan 2014, menurut Ustadz Anis mengambil 3 referensi. Referensi tersebut adalah  pemikiran para ulama Islam (fiqh siyasi), memantau referensi politik modern  dan dari pengalaman politik praktis selama 15 tahun.  

Politik mempunyai dua sisi. Pertama, berhubungan dengan tujuan. Hal ini mulia,  sebagai alat untuk mencapai perubahan secara masif. Kedua, berhubungan dengan proses dan hal ini sangat keras. Seringkali orang menilai politik itu kotor karena melihat dari sisi  prosesnya saja.  Semua pihak dan ideologi ingin mencapai negara, sehingga jalan untuk mencapainya menjadi medan konflik.  Tabiat politik adalah konspirasi, maka konspirasi adalah fakta abadi dalam dunia politik. 



Kita  adalah pengikut para nabi.  Tidak ada nabi yang tidak memiliki musuh.  Maka kita pun harus bersabar  menapaki perjalanan yang melelahkan,  karena di dalam kelelahan itu tersimpan kenikmatan.



Politik yang berhubungan  dengan tujuan adalah sangat  mulia. Jika ada individu yang baik, ia akan mampu memberikan kebaikan bagi orang lain.  Sebuah keluarga yang baik  juga akan dapat memberikan kebaikan  kepada orang lain lebih banyak daripada individu.  Individu, keluarga, yayasan, perusahaan,  dan negara memiliki perbedaan skala. Negara  bersifat  masif. Jika digunakan untuk kebaikan maka akan memunculkan kebaikan yang berlipatganda. 



Seorang politisi muslim harus memiliki dua ketrampilan berupa manajemen perubahan dan manajemen konflik. Bisa menyikapi peristiwa yang terjadi secara cepat dan tepat.  Sebuah kesalahan fatal jika kita masih membedakan antara idealis dan pragmatis.  Juga tidak relevan membuat dikotomi antara agama dan negara, antara tarbiyah dan politik,  serta antara  idealis dan pragmatis. Seharusnya  kita menjadi orang idealis yang realistis, bukan menjadi kaum idealis yang tidak berdaya.



Kita harus memiliki karakter pemenang, mampu mengubah ilmu pengetahuan menjadi energi  dan mengubah visi menjadi obsesi disertai iman dan tawakal kepada Allah.  Obsesi akan turun ke dalam hati dan dikonversi menjadi energi. Obsesi adalah keinginan yang kuat, mimpi yang selalu menghantui yang akan mampu melahirkan  sebuah tekad (azzam). Tekad adalah energi  kekuatan yang membuat kita bergerak, membuat ide menjadi kenyataan.  


Kita juga harus memiliki kesabaran. Kesabaran dalam memikul beban, menghadapi musuh dan menghadapi bencana.  Rasulullah bersabda, “ Sesungguhnya manusia itu bagaikan 100 ekor unta, hampir-hampir tak kau temukan di antara mereka yang benar-benar rahilah.” (HR  Bukhari).  Maka karena jumlah orang-orang yang mampu memikul beban hanya sedikit, maka penduduk surga pun hanya sedikit.  Abu Bakar pun berdoa, “ Ya Allah, jadikanlah aku dari kelompok yang sedikit. “ 

 

Kita belajar dari sejarah, bahwa  jarak antara Nabi Yusuf diceburkan dalam sumur hingga  beliau bisa menceritakan  kejadian yang sesungguhnya adalah 40 tahun dan di riwayat lain adalah 80 tahun. Hal ini berarti 8 atau 16 kali pemilu di negara kita.   Maka kita pun harus  mampu bersabar.  Karena cara menghitung kemenangan adalah  semua yang memiliki nafas lebih panjang dan terus hidup.  Jika kita mempunyai obsesi dan kesabaran yang panjang, maka kita adalah sang pemenang. 

Di tengah para kader yang masih terlihat bersemangat mendengar orasi, Ustadz Anis Matta menanyakan  kemantapan hati  para kader.  Mereka  pun secara serentak menjawab, "Mantaaap..."Orasi  ini akhirnya ditutup  dengan takbir yang khidmat  dan  bergemuruh.  


***



 

Senin, September 10, 2012

Luar Biasa, AKP Membawa Turki Bangkit


Kemenangan luar biasa yang dicapai  Partai  Keadilan dan Pembangunan atau AKP (Adalet ve Kalkinma Partisi) Turki, menginspirasi para kader PKS Pondok Aren untuk  mendiskusikannya. Mereka mengadakan  bedah buku  berjudul Kebangkitan Pos-Islamisme, Analisis Strategi dan Kebijakan AKP Turki Memenangkan Pemilu  pada Ahad, 9 September 2012.  Hadir sebagai pembicara adalah penulis  buku tersebut Ustadz Ahmad Dzakirin,S.Si, M.Sc  dan Ustadz  Ika Fithriyadi, Ak.

Ustadz Ahmadz Dzakirin memaparkan bahwa   AKP bekerja keras memulihkan ekonomi Turki dan ‘berpuasa’  untuk tidak berlebihan menikmati fasilitas negara. Alhasil, mereka menang secara meyakinkan tiga kali berturut-turut: 34% (2002), 46% (2007) dan 50% (2011). AKP mematahkan anggapan sementara orang bahwa partai Islam hanya mampu berjualan  moral.  Mereka   membuktikan  sebagai sebuah partai yang mampu menunjukkan kinerja ekonominya  secara  luar biasa.

Di negara kita,  partai  yang  pernah menjadi partai  besar, umumnya  dengan cepat pula meletus. Tidak demikian halnya dengan AKP.   Partai itu mendapat dukungan luas dan  meraih sukses  selama  lima dasawarsa.   Kemungkinan  ada nilai-nilai besar  atas  kesuksesan  AKP yang bisa ditransformasi di Indonesia.

Pemimpin Turki sekarang ini, Recep Tayyip Erdogan adalah seorang visioner yang memiliki visi dan misi yang kuat.  Beliau adalah seorang jenderal jenius yang mampu mengeksploitasi friction and fog of war (perpecahan dan ketidakpastian dalam perang)  menjadi peluang dan kekuatan.  Pengalaman  politik nyata beliau  telah menempanya menjadi pemimpin yang memiliki talenta tinggi, intuisi yang tajam, dan kecerdasan emosional yang matang.

Kehadiran dan sukses AKP setidaknya membawa dua tesis penting. Pertama, kegenialan terobosan para politikus AKP  yang berlatar belakang islamis dalam memecahkan kebekuan politik. Kedua, AKP menawarkan terobosan yang genial dan di luar kejamakan berpikir (out of box) kalangan Islamis. Secara konseptual AKP memberikan interpretasi cerdas tentang sekulerisme, demokrasi dan inter-relasinya dengan Islam. Mereka membantah pesimisme sebagian kelompok Islam (misalnya HT dan Salafi) dan pengamat barat tentang ketidaksinkronan Islam dan demokrasi.

Tesis baru yang dibawa AKP adalah adanya relasi antara islamis-demokrasi -kemakmuran.  Perkawinan islamis progresif  dan  demokrasi  membawa pada kemakmuran. AKP membuktikan diri dapat menjadi partner andal  dalam mengelola negara tanpa korupsi dan amoralitas. Ketika berkuasa AKP memperkuat demokrasi dan pengelolaaan negara yang akuntabel. Ekonomi Turki maju, pengangguran berkurang dan terbuka akses ekonomi yang lebih luas. Turki di bawah AKP mampu bangkit menjadi negara industri baru.

Pemerintahan islamis –Erbakan   hanya berusia pendek  karena kudeta militer. Hal demikian tidak terjadi pada AKP.   Sesuatu yang  menunjukkan kelebihan AKP atas pendahulunya  Partai Refah.

Awalnya AKP hanya  20 persen menguasai media.  Media-media yang ada di Turki saat itu  dikuasai oleh kaum liberal. Dalam jangka waktu lima tahun, AKP  telah mengakuisisi media di Turki sebesar 70 persen. Beliau mengatakan media yang dimiliki oleh AKP Turki benar-benar dijalankan  oleh profesional. Mereka punya koran, radio, televisi dan media online. 

Pada kesempatan tersebut, seorang peserta  berkomentar bahwa kondisi  ekonomi Indonesia dan Turki sebelum AKP  adalah sama. Di sisi lain medan dakwah di  Turki  sebenarnya lebih berat .  Indonesia adalah negara pancasila, sementara Turki adalah negara sekuler. Menurutnya seharusnya PKS bisa mencontoh AKP.   Meski beliau sempat menanyakan kemungkinan ada something wrong, tetapi beliau berpendapat bahwa PKS saat ini tetaplah partai terbaik di Indonesia.  Menurut pengamatan beliau, AKP di bawah Erdogan melakukan perubahan lebih revolusioner dan mengedepankan hal-hal yang disepakati bersama yaitu perbaikan ekonomi. 

Acara bedah buku tersebut  berlangsung menarik dan  memberikan perspektif intelektual yang mengayakan. Tak kalah menariknya pula adalah sebuah  sentilan dari  MC di awal acara. Dengan gaya  yang santai, sang pembawa acara  berkomentar, “Bagaimanakah kita  akan memimpin orang lain, jika belum mampu memimpin diri sendiri?” Sebuah sentilan yang kiranya bisa menjadi bahan renungan, bahwa hendaknya kita lebih berkomitmen dalam hal waktu.

***