Kamis, Desember 31, 2015

Orang yang Menyesal



Al Qur'an dan hadits banyak bercerita tentang orang-orang yang menyesal. Dalam QS Al Furqon 27- 28 dikisahkan tentang orang-orang zalim yang menggigit kedua jarinya sambil berkata," Wahai sekiranya aku (dulu) mengambil jalan bersama Rasul. Wahai celaka aku. Sekiranya (dulu) aku tidak menjadikan si fulan itu teman akrab (ku)."

Dari ayat tersebut kita mengambil kesimpulan:

1. Harus mengikuti prinsip Rasulullah
Kita harus mengikuti prinsip-prinsip Rasulullah, tetapi penting juga membedakan Muhammad sebagai pribadi (manusia) dan sebagai rasul. Misalnya yang harus kita ikuti adalah pola hidup Rasulullah yang selalu makan makanan halal, bukan jenis makanan yang dimakan. Dikisahkan bahwa suatu hari Rasulullah berkunjung ke rumah salah seorang sahabat. Dalam jamuan makan, Rasulullah tidak mengambil makanan yang tidak beliau suka. Lalu para sahabat pun mengikuti. Sang tuan rumah khawatir makanan itu haram, lalu bertanya pada Rasulullah. Rasulullah menjelaskan bahwa makanan tersebut halal. Akhirnya para sahabat pun mengambilnya.
Jadi dalam hubungannya dengan ibadah, kita harus mencontoh Rasulullah termasuk dalam hal-hal yang sifatnya teknis. Sedangkan dalam hal-hal yang bersifat muamalah, kita mengambil prinsipnya, karena seiring dengan perubahan zaman, wasilah (sarana) akan senantiasa berkembang.

2. Sangat penting untuk berteman dengan orang - orang baik
Penting untuk berteman dengan orang baik agar kita mendapat aroma kebaikan. Pun juga sangat perlu untuk berteman dengan orang-orang yang belum baik atau masih berproses menuju baik. Jadi yang dilarang adalah ketika hanya berteman dengan orang-orang yang tidak baik. 
Berteman dengan orang-orang yang belum baik perlu dilakukan dalam rangka memperbaiki orang tersebut. Analoginya seperti seorang dokter yang menyobati orang tanpa takut tertular penyakitnya. Untuk itu kita pun harus memiliki imunitas dan penjagaan diri yang baik.

3.Penyesalan orang yang meninggal
Orang baik yang telah meninggal, masih menyesal karena tidak menambah kebaikan. Orang yang buruk menyesal karena tidak meninggalkan keburukan. Maka alangkah baiknya kita semakin memperbaiki diri. Misalnya dalam hal shalat. Dulu para sahabat mengatakan jika untuk mendapatkan shaf sholat paling depan itu harus diundi, maka para sahabat akan mengikuti undian itu. Para sahabat juga mengatakan bahwa ketika hendak shalat, mereka seperti orang yang tidak saling mengenal. Tetapi zaman sekarang, banyak orang justru enggan menempati shaf paling depan meskipun datang lebih awal. 

Agar tidak menjadi orang-orang yang menyesal maka alangkah baiknya kita semakin memperbaiki diri selagi masih hidup di dunia ini. Allah berfirman,"Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang ..." (QS Al Munafiquun10)

*Ceramah Subuh Masjid Arridho, Ahad, 18 Ramadhan 1435/4 Juli 2015

Kpn2 bisa buat contekan :).
Postingan FB 4 Juli 2015 
Top of Form

Shalih Pribadi dan Sosial




Orang-orang lebih banyak beramal shalih di bulan Ramadhan. Hal ini mungkin karena janji Allah Swt yang akan memberi pahala berlipat ganda.

Shalih secara pribadi penting. Lebih utama lagi jika keshalihan pribadi itu berdampak kepada kemaslahatan umat atau shalih secara sosial. Dalam Rukun Islam, hanya syahadat yang bersifat pribadi. Shalat diperintahkan untuk ber jamaah. Sedangkan shaum selain bersifat pribadi, juga mengandung nilai sosial. Dengan shaum kita merasakan lapar dan haus sehingga diharapkan bisa berempati terhadap penderitaan orang-orang yang kekurangan. Zakat jelas bersifat sosial. Demikian juga haji yang penyelenggaraannya harus dilaksanakan secara berjamaah.

Rasulullah bersabda," Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain". Maka alangkah baiknya jika keshalihan kita secara pribadi membawa manfaat untuk orang-orang lain. Seandainya Rasulullah yang menerima wahyu, para sahabat, ulama, dai dsb hanya berdiam diri, maka Islam tidak akan sampai kepada kita.

*Kultum Shubuh Masjid Arridho, Selasa, 30 Juni 2015

Postingan FB 30 Juni 2015

Islam Moderat dan Integral



(Ringkasan Kultum Subuh Masjid Arridho, Rabu 24 Juni 2015)

Islam lahir sejak awal sebagai Islam moderat. Hal ini bisa ditelusuri dari kisah Nabi Ibrahim ketika diperintahkan untuk menyembelih Ismail. Ibrahim menanyakan pendapat Ismail terlebih dahulu. Ismail lah yang justru mohon pada ayahnya untuk menyembelihnya. Allah hanya menguji ketaatan Ibrahim. Lalu mengganti Ismail dengan domba. Jika tidak, hal ini bisa menjadi preseden buruk bagi umat Islam di masa yang akan datang, misalnya membunuh dengan mengatasnamakan Allah. Padahal dalam perang pun tidak boleh sembarangan membunuh. Ada larangan membunuh wanita, anak-anak dan orang-orang lemah lainnya termasuk merusak tanaman.

Islam juga memerintahkan untuk mengajak pada kebaikan, sekaligus mencegah kemungkaran. Dalam Al Quran banyak sekali terdapat kisah masa lalu untuk kita ambil ibrahnya, juga bercerita tentang peristiwa-peristiwa yang akan datang. Misalnya kisah kaum Sodom pada zaman Nabi Luth. Kisah tentang adzab Allah pada mereka, tetap relevan dan berlaku untuk zaman sekarang. 

Al Quran mengajarkan sesuatu yang qoth'i untuk kita imani. Al Qur'an juga mengajarkan hal-hal yang sesuai dengan logika keilmuan. Seorang ilmuwan Perancis Maurice Bucaille masuk Islam karena menemukan banyak kebenaran Al Quran dari kajian sains. Jadi akal jika digunakan dalam koridor keimanan akan memperkuat aqidah kita. 

Kita juga diperintahkan tabbayun jika menerima sebuah berita. Kadang ada berita yang belum jelas sumbernya, langsung kita percaya dan share. Hal ini bisa menimbulkan kesan yang tidak baik, seolah-olah kita menyebarkan berita bohong. Misalnya berita masuk Islamnya Tyrese Gibson yang ternyata hoax. Jadi perlu hati-hati.

" Robbanaa aatinaa fii dunya hasanah wa fil aakhirotii hasanah." Doa yang sering kita ucapkan itu juga nerupakan kombinasi kebaikan dunia dan akhirat. Jadi Islam itu moderat, integral, tidak ekstrim dunia dan tidak ekstrim akhirat. Kita diperintahkan untuk beramal, tetapi juga memperhatikan kepentingan keluarga.

*cuma ngrangkum
Postingan FB 24 Juni 2015